Kamis, 24 Maret 2011

AIRBORNE DISEASE _ "DIFTERI"

DEFINISI

Difteri adalah penyakit akut yang ditularkan melalui udara yang dapat mengancam nyawa seseorang. Difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheria, dikenal dua macam Corynebacterium diphtheria yaitu:
a. Toxigenic Corynebacterium diphtheria
b. Non-tixigenic Corynebacterium diphtheriae
Difteri mudah menular dan menyerang terutama saluran napas bagian atas. Penularan umumnya melalui udara (batuk / bersin) selain itu dapat melalui benda atau makanan yang terkontaminasi.


EPIDEMIOLOGI

Difteri mempengaruhi orang-orang dari segala usia, tetapi paling sering menyerang anak-anak yang tidak diimunisasi. Di daerah beriklim sedang, difteri cenderung terjadi selama bulan-bulan dingin. Pada tahun 2000, telah ditemukan 30.000 kasus dan 3000 kematian difteri dilaporkan di seluruh dunia. Selain di iklim sedang, difteri juga dapat menyerang manusia pada iklim tropis dengan gangguan pada kulit. Dilaporkan 10 % kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian.

Penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat penduduk dengan tingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan kita. Lingkungan buruk merupakan sumber dan penularan penyakit. Beberapa tahun terakhir ini morbili, pertusis, tetanus, poliomyelitis, difteri dan tuberculosis bertanggung jawab atas kematian 4 juta anak di dunia. Penyakit ini pula yang menyebabkan 4 juta anak menjadi cacat fisik dan mental.

Data menunjukkan bahwa setiap tahunnya di dunia ini terdapat 1,5 juta kematian bayi berusia 1 minggu dan 1,4 juta bayi lahir mati akibat tidak mendapatkan imunisasi. Tanpa imunisasi, kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit campak, 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena batuk rejan. 1 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit tetanus. Dan dari setiap 200.000 anak, 1 akan menderita penyakit polio (Tinker,1997 dalam WHO-Depkes-FKMUI, 1998)


GEJALA

Difteri merupakan penyakit yang menyerang saluran nafas. Masa inkubasi difteri adalah 2-4 hari. Tanda pertama dari difteri adalah sakit tenggorokan, demam dan gejala yang menyerupai pilek biasa. Bakteri akan berkembang biak dalam tubuh dan melepaskan toksin (racun) yang dapat menyebar ke seluruh tubuh dan membuat penderita menjadi sangat lemah dan sakit. 

Gejala-gejala lain yang muncul antara lain:
1. Menelan sakit, batuk keras dan suara menjadi parau
2. Mual dan muntah-muntah
3. Demam, menggigil dan sakit kepala
4. Denyut jantung meningkat
5. Terbentuk selaput/membran yang tebal, berbintik, berwarna hijau kecoklatan atau keabu-abuan di kerongkongan sehingga sukar sekali untuk menelan dan terasa sakit.
6. Bila difteri bertambah parah, tenggorokan menjadi bengkak sehingga menyebabkan penderita menjadi sesak nafas, bahkan yang lebih membahayakan lagi, dapat pula menutup sama sekali jalan pernafasan.
7. Kelenjar akan membesar dan nyeri di sekitar leher.
8. Kadang-kadang telinga menjadi terasa sakit akibat peradangan
9. Penyakit difteri dapat pula menyebabkan radang pembungkus jantung sehingga penderita dapat meninggal secara mendadak.

Sel-sel jaringan yang mati bersama dengan sel-sel radang membentuk suatu membran atau lapisan yang dapat menggangu masuknya udara pernapasan. Membran atau lapisan ini berwarna abu-abu kecoklatan, dan biasanya dapat terlihat. Gejalanya anak menjadi sulit bernapas. Jika lapisan terus terbentuk dan menutup saluran napas yang lebih bawah akan menyebabkan anak tidak dapat bernapas. Akibatnya sangat fatal karena dapat menimbulkan kematian jika tidak ditangani dengan segera.

Racun yang sama juga dapat menimbulkan komplikasi pada jantung dan susunan saraf, biasanya terjadi setelah 2-4 minggu terinfeksi dengan kuman difteri. Kematian juga sering terjadi karena jantung menjadi rusak. Serangan berbahaya pada periode inkubasi 1 sampai dengan 5 hari, jarang ditemui lebih lama. Dapat menyebabkan infeksi nasopharynx yang menyebabkan kesulitan bernapas dan kematian. Penyebab utamanya adalah radang pada membran saluran pernapasan bagian atas, biasanya pharynx tetapi kadang2 posterior nasal passages, larynx dan trakea, ditambah kerusakan menyeluruh ke seluruh organ termasuk myocardium, sistem saraf, ginjal yang disebabkan exotosin (Plotkins) organisme.

Ketika difteri menyerang tenggorokan dan tonsil, gejala awalnya adalah radang tenggorokan, kehilangan nafsu makan, dan demam. Dalam waktu 2-3 hari, lapisan putih atau aba-abu ditemukan di tenggorokan atau tonsil. Lapisan ini menempel pada langit-langit dari tenggorokan dan dapat berdarah. Jika terdapat pendarahan, lapisan berubah menjai aba-abu kehijauan atau hitam. Penderita difteri biasanya tidak demam panas tapi dapat sakit leher daan sesak napas.

DIAGNOSIS

Diagnosis difteria ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Penentuan kuman difteria dengan sediaan langsung kurang dapat dipercaya. Cara yang lebih akurat adalah dengan identifikasi dengan fluorescent technique. Diagnosis pasti dengan isolasi C.

PENULARAN

Penyakit difteri disebarkan orang ke orang melalui pernafasan, terutama droplet tenggorokan yang disebabkan batuk dan bersin. Kuman difteri hidup pada selaput lendir rongga mulut, tenggorokan, dan hidung pada orang yang terinfeksi dengan kuman ini. Penularan umumnya melalui udara (batuk / bersin), percikan air ludah batuk sang penderita. Bisa juga melalui benda atau makanan yang terkontaminasi Corynebacterium Diphtheriae. Penularan difteri juga dapat melalui kontak hubungan dekat, melalui udara yang tercemar oleh karier.

PENCEGAHAN

a. Penderita :

1. Pengobatan penderita dan cara holding yang baik
2. Memberikan edukasi akan pencegahan penularan penyakit yang dapat menular melalaui udara.
3. Apabila batuk ataupun bersin, hendakanya ditutup dengan sapu tangan agar tidak menular ke orang lain.

b. Contak person :

1. Dengan imunisasi bersamaan dengan tetanus dan pertusis. Memberikan vaksinasi DPT pada anak-anak sebelum difteri menyerang dapat merangsang terbentuknya antibodi tubuh untuk melawan kuman serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap jenis penyakit tertentu. Vaksin DPT diberikan sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang penyuntikan satu – dua bulan. Vaksinasi DPT biasanya diberikan sejak bayi berumur 3 bulan. Untuk pemberian kekebalan dasar perlu diberi 3 kali berturut-turut dengan jarak 1-1 ½ bulan, lalu 2 tahun kemudian diulang kembali. Pemberian imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus dalam waktu bersamaan. Efek samping yang mungkin akan timbul adalah demam, nyeri dan bengkak pada permukaan kulit, cara mengatasinya cukup diberikan obat penurun panas. Sejak diperkenalkan vaksin DPT (Dyphtheria, Pertusis dan Tetanus), penyakit difteri mulai jarang dijumpai. Vaksin imunisasi difteri diberikan pada anak-anak untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin difteri akan lebih rentan terhadap penyakit yang menyerang saluran pernafasan.
2. Mengurangi minum es.
Minum minuman yang terlalu dingin secara berlebihan dapat mengiritasi tenggorokan dan menyebabkan tenggorokan terasa sakit.
3. Makanan yang kita konsumsi harus bersih.
4. Jika telah terserang difteri, penderita sebaiknya dirawat dengan baik untuk mempercepat kesembuhan dan agar tidak menjadi sumber penularan bagi yang lain.

c. Lingkungan :
1. Menjaga kebersihan badan, pakaian dan lingkungan.Difteri mudah menular dalam lingkungan yang buruk dengan tingkat sanitasi rendah. Selain menjaga kebersihan diri, kita juga harus menjaga kebersihan lingkungan sekitar.



PENANGGULANGAN

Pengobatan difteri difokuskan untuk menetralkan toksin (racun) difteri dan untuk membunuh kuman Corynebacterium diphtheriae penyebab difteri. Racun yang dihasilkan oleh kuman dieliminasi dengan pemberian anti racun yang disebut dengan anti toksin yang spesifik untuk kuman difteri. Antibiotik diberikan dalam jangka waktu tertentu untuk mengeliminasi kuman, menghentikan produksi racun oleh kuman, dan mengobati infeksi lokal saluran napas bagian atas.

Jika anak menderita difteri, ia harus dirawat di rumah sakit karena seringkali menjadi gawat. Istirahat total sangat dibutuhkan, terutama pada anak dengan tanda-tanda komplikasi pada jantung. Setelah terserang difteri satu kali, biasanya penderita tidak akan terserang lagi seumur hidup.

HAMBATAN

Penyakit ini komersial pada orang dewasa, namun tidak pada anak. Artinya bahwa difteri itu lebih rentan menyerang pada anak-anak daripada menyerang orang-orang dewasa, karena di anggap bahwa kekebalan imunitas tubuh anak-anak belum sekebal dengan orang dewasa.

Sumber:

1. Azwar, A . 1997. Pengantar Epidemiologi.Bina Rupa Aksara: Jakarta
2. Bustan, M.N. 1997. Pengantar Epidemiologi. Rineka Cipta : Jakarta
3. file:///E:/DITERI%20AIRBORNE,/WHO



SYILFA NURHAENI FADHILLA
E2A009194
MAHASISWA FKM UNDIP

Senin, 21 Maret 2011

TUGAS DPP SMSTER 4 Food and water diseases_ DEMAM TIFOID OLEH SALMONELLA TYPHI

DEFINISI

Food and water disease merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat yang paling banyak dan membebani yang pernah dijumpai di jaman modern ini. Penyakit ini menyebabkan sejumlah besar penderitanya khususnya di kalangan bayi, anak, lansia, dan mereka yang kekebalan tubuhnya terganggu.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, akibat dari Kejadian Luar Biasa (KLB) diantaranya Salmonellasis typhimurium. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Dalam kehidupannya manusia membutuhkan makanan untuk hidup. Jika tidak memperhatikan kebersihan makanan dan lingkungan, makanan dapat merugikan bagi manusia. Makanan yang berasal baik dari hewan atau tumbuhan dapat berperan sebagai media pembawa mikroorganisma penyebab penyakit pada manusia.
Mikroorganisme yang menimbulkan penyakit ini dapat berasal dari makanan asal hewan yang terinfeksi penyakit tersebut atau tanaman yang terkontaminasi. Makanan yang terkontaminasi selama prosesing atau pengolahan dapat berperan sebagai media penularan juga.

EPIDEMIOLOGI

a.            Penyebaran secara umum

Dengan perkiraan kasus 16-33000000 dari setiap tahunnya menghasilkan 216.000 kematian di daerah endemik, Organisasi Kesehatan Dunia mengidentifikasi tifoid sebagai masalah kesehatan masyarakat yang serius dan merupakan insiden tertinggi pada anak-anak dan dewasa muda antara 5 dan 19 tahun.

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistematik, bersifat endemis dan merupakan masalah kesehatan di Negara berkembang seperti Indonesia. Terutama dari golongan masyarakat dengan standar hidup dan kebersihannya rendah. Angka kejadian demam tifoid di Indonesia masih sangat tinggi berkisar 0,7% sampai 1% menurut data Depkes tahun 1985.

Menurut keterangan dr. Arlin Algerina, SpA, dari RS Internasional Bintaro, Di Indonesia, diperkirakan antara 800 - 100.000 orang terkena penyakit tifus atau demam tifoid sepanjang tahun. Demam ini terutama muncul di musim kemarau dan konon anak perempuan lebih sering terserang, peningkatan kasus saat ini terjadi pada usia dibawah 5 tahun.

Makanan dan minuman yang terkontaminasi merupakan transmisi Salmonella sp, khususnya S.typhi, carrier pada manusia adalah sumber infeksi. S.typhi bias berada di air, es, debu, sampah kering, dan bila masuk ke dalam vehicle yang cocok misalnya daging, kerang, dan sebagainya. S.typhi akan berkembang biak mencapai dosis infektif. Maka perlu diperhatikan factor kebersihan lingkungan, pembuangan sampah, cara memasak air, dan bahan makanan secara benar untuk pencegahan Salmonellasis terutama demam tifoid.

Penyebaran Geografis dan Musim :

Kasus-kasus demam tifoid terdapat hampir di seluruh bagian dunia. Penyebarannya tidak bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu sering merebak di daerah yang
kebersihan lingkungan dan pribadi kurang diperhatikan.

Penyebaran Usia dan Jenis Kelamin:

Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan antara jenis kelamin lelaki atau perempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-anak. Orang dewasa sering mengalami dengan gejala yang tidak khas, kemudian menghilang atau sembuh sendiri. Persentase penderita dengan usia di atas 12 tahun seperti bisa dilihat pada tabel di bawah ini.

Usia Persentase:

12 – 29 tahun 70 – 80 % 30 – 39 tahun 10 – 20 % > 40 tahun 5 – 10 %

a.            Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu S.Typhi, S.Paratyphi A, dan S.Paratyphi B. Demam yang disebabkan oleh s. Typhi cenderung untuk menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi salmonella yang lain. 


Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Kebanyaakan strain meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme salmonella tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C (130º F) selama 1 jam atau 60 º C (140 º F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan kering, agfen farmakeutika dan bahan tinja.




PATOLOGI DAN GEJALA KLINIK

Cara Penularan:

Penyakit demam Tifoid ini bisa menyerang saat kuman tersebut masuk melalui makanan atau minuman, sehingga terjadi infeksi saluran pencernaan yaitu usus halus. Dan melalui peredaran darah, kuman sampai di organ tubuh terutama hati dan limpa. Ia kemudian berkembang biak dalam hati dan limpa yang menyebabkan rasa nyeri saat diraba.

Tanda dan Gejala Penyakit Demam Tifoid:
Keluhan dan gejala Demam Tifoid tidak khas, dan bervariasi dari gejala seperti flu ringan sampai tampilan sakit berat dan fatal yang mengenai banyak sistem organ. Secara klinis gambaran penyakit 

Demam Tifoid berupa demam berkepanjangan, gangguan fungsi usus, dan keluhan susunan saraf pusat.
1.            Panas lebih dari 7 hari, biasanya mulai dengan sumer yang makin hari makin meninggi,   sehingga pada minggu ke 2 panas tinggi terus menerus terutama pada malam hari.
2.            Gejala gastrointestinal dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah, dan kembung, hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor tepi hiperemi, Selain itu, dapat dijumpai adanya bradikardia relative, pembesaran hati, dan limpa, bintik Rose sekitar umbilicus. Kemudian terjadi komplikasi antara lain hepatitis dan pendarahan pada usus.
3.            Gejala saraf sentral berupa delirium, apatis, somnolen, sopor, bahkan sampai koma.

Demam tifoid mempunyai masa inkubasi umumnya 1-2 minggu, paling singkat 3 hari dan paling lama 2 bulan. Terjadi setelah 1-3 minggu setelah pengobatan dihentikan.

Diagnosa Penyakit Demam Tifoid:

Untuk ke akuratan dalam penegakan diagnosa penyakit, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan laboratorium diantaranya pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan Widal dan biakan empedu.
1.            Pemeriksaan darah tepi merupakan pemeriksaan sederhana yang mudah dilakukan di laboratorium sederhana untuk membuat diagnosa cepat. Akan ada gambaran jumlah darah putih yang berkurang (lekopenia), jumlah limfosis yang meningkat dan eosinofilia.
2.            Pemeriksaan Widal adalah pemeriksaan darah untuk menemukan zat anti terhadap kuman tifus. Widal positif kalau titer O 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan progresif.
3.            Diagnosa demam Tifoid pasti positif bila dilakukan biakan empedu dengan ditemukannya kuman Salmonella typhosa dalam darah waktu minggu pertama dan kemudian sering ditemukan dalam urine dan faeces.


PENGOBATAN

Penemuan kembali terapi rehidrasi oral pada tahun 1960 memberikan cara sederhana untuk mencegah banyak kematian penyakit diare pada umumnya. Pengobatan pilihan antara lain adalah ciprofloxacin. Demam tifoid bukan kasus yang fatal, karena dengan obat-obatan sperti ciprofloxacin, cefixime, maka dapat mengobati demam tifoid di Negara Maju. Dengan harapan, pengobatan penyakit dengan antibiotik dapat  mengurangi angka fatalitas menjadi hanya sekitar  1%.
Perawatan dan pengobatan terhadap penderita penyakit demam Tifoid atau types bertujuan menghentikan invasi kuman, memperpendek perjalanan penyakit, mencegah terjadinya komplikasi, serta mencegah agar tak kambuh kembali. Pengobatan penyakit tifus dilakukan dengan jalan mengisolasi penderita dan melakukan desinfeksi pakaian, faeces dan urine untuk mencegah penularan. Pasien harus berbaring di tempat tidur selama tiga hari hingga panas turun, kemudian baru boleh duduk, berdiri dan berjalan.

Selain obat-obatan yang diberikan untuk mengurangi gejala yang timbul seperti demam dan rasa pusing (Paracetamol), Untuk anak dengan demam tifoid maka pilihan antibiotika yang utama adalah kloramfenikol selama 10 hari dan diharapkan terjadi pemberantasan/eradikasi kuman serta waktu perawatan dipersingkat. Namun beberapa dokter ada yang memilih obat antibiotika lain seperti ampicillin, trimethoprim-sulfamethoxazole, kotrimoksazol, sefalosporin, dan ciprofloxacin sesuai kondisi pasien. Demam berlebihan menyebabkan penderita harus dirawat dan diberikan cairan Infus.

PENCEGAHAN

Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara: umum dan khusus/imunisasi. Termasuk cara umum antara lain adalah peningkatan higiene dan sanitasi karena perbaikan higiene dan sanitasi saja dapat menurunkan insidensi demam tifoid. (Penyediaan air bersih, pembuangan dan pengelolaan sampah). Menjaga kebersihan pribadi dan menjaga apa yang masuk mulut (diminum atau dimakan) tidak tercemar Salmonella typhi. Pemutusan rantai transmisi juga penting yaitu pengawasan terhadap penjual (keliling) minuman/makanan.

Ada dua vaksin untuk mencegah demam tifoid. Yang pertama adalah vaksin yang diinaktivasi (kuman yang mati) yang diberikan secara injeksi. Yang kedua adalah vaksin yang dilemahkan (attenuated) yang diberikan secara oral. Pemberian vaksin tifoid secara rutin tidak direkomendasikan, vaksin tifoid hanta direkomendasikan untuk pelancong yang berkunjung ke tempat-tempat yang demam tifoid sering terjadi, orang yang kontak dengan penderita karier tifoid dan pekerja laboratorium.

Sumber
   
1.     Azwar, A . 1997. Pengantar Epidemiologi.Bina Rupa Aksara: Jakarta
2.     Bustan, M.N. 1997. Pengantar Epidemiologi. Rineka Cipta : Jakarta
3.     http://who.int
4.     Wikipedia, ensiklopedia bebas.htm


SYILFA NURHAENI FADHILLA 
NIM E2A009194
MAHASISWA FKM UNDIP




Rabu, 01 Desember 2010

KEJADIAN LUAR BIASA / WABAH

1.     Apa saja kriteria suatu kejadian penyakit dikatakan wabah/KLB?
Jawab:
Kriteria tentang Kejadian Luar Biasa mengacu pada Keputusan Dirjen No. 451/91, tentang Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa. Menurut aturan itu, suatu kejadian dinyatakan luar biasa jika ada unsur:
  • Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
  • Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu)
  • Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).
  • Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
2.     Apa yang dimaksud dengan “Herd Immunity”?
Jawab:
Kekebalan Kelompok (Herd Immunity) Adalah tingkat kemampuan atau daya tahan suatu kelompok penduduk tertentu terhadap serangan atau penyebaran unsur penyebab penyakit menular tertentu berdasarkan tingkat kekebalan sejumlah tertentu anggota kelompok tersebut.
Herd Immunity merupakan faktor utama dalam proses kejadian wabah di masyarakat serta kelangsungan penyakit pada suatu kelompok penduduk tertentu.

3.     Apa yang seharusnya kita lakukan agar fenomena wabah/KLB dapat dicegah?
Jawab:
Penanggulangan KLB menurut  Depkes, 2000 :
·         SKD KLB
·         Penyelidikan dan penanggulangan KLB
·         Pengembangan sistem surveilans termasuk pengembangan jaringan informasi Koordinasi kegiatan surveilans : lintas program dan lintas sektoral
Upaya penanggulangan ini meliputi pencegahan penyebaran KLB, termasuk pengawasan usaha pencegahan tersebut dan pemberantasan penyakitnya. Upaya penanggulangan KLB yang direncanakan dengan cermat dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait secara terkoordinasi dapat menghentikan atau membatasi penyebarluasan KLB sehingga tidak berkembang menjadi suatu wabah.

Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB), yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara dini dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit-penyakit yang berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data untuk penyusunan rumusan kegiatan perbaikan oleh tim epidemiologi (Dinkes Kota Surabaya, 2002).

SYILFA NURHAENI FADHILLA
E2A009194
MAHASISWA FKM UNDIP

Jumat, 26 November 2010

BAGAIMANA SISTEM SURVEILANS PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)?

  1. Surveilans Epidemilogi
Surveilans Epiedemiolgi merupakan suatu kegiatan pengamatan terhadap penyakit atau masalah kesehatan serta faktor determinannya. Penyakit dapat dilihat dari perubahan sifat penyakit atau perubahan jumlah orang yang menderita sakit. Dapat pula diartikan kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terus menerus. Sistematis melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran informasi epidemiologi sesuai dengan kaidah-kaidah tertentu, sementara terus menerus menunjukkan bahwa kegiatan surveilans epidemiologi dilakukan setiap saat sehingga program atau unit yang mendapat dukungan surveilans epidemiologi mendapat informasi epidemiologi secara terus menerus juga.

  1. Langkah-langkah Sistem Surveilans
  1. Menetapkan tujuan surveilans
  2. Mengembangkan definisi kasus
  3. Menentukan sumber data, alat pengumpul data, dan mekanisme pelaporan
  4. Melaksanakan analisa san presentasi data surveilans
  5. Mengembangkan mekanisme umpan balik san penyebaran informasi
  6. Pembagian tugas surveilans
  7. Evaluasi surveilans

  1. Sistem Surveilans DBD
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di Indonesia. Penyakit ini mempunyai perjalanan penyakit yang cepat, mudah menyebar dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Prediksi kejadian demam berdarah dengue di suatu wilayah, selama ini dilakukan berdasarkan stratifikasi endemisitas, pola maksimal−minimal dan siklus 3−5 tahun sesuai dari data Surveilans epidemiologi.
Cara prediksi ini terdapat kelemahan karena berubahnya data menjelang musim penularan DBD dan belum adanya data faktor risiko terkini, sehingga prediksi sering tidak tepat. Data faktor risiko DBD dapat digunakan untuk menentukan jenis intervensi, sehingga kejadian DBD dapat dicegah sesuai konsep kewaspadaan dini. Data surveilans epidemiologi yang dihasilkan, sebagian masih diolah secara manual dan semi otomatis dengan penyajian masih terbatas dalam bentuk tabel dan grafik, sedangkan penyajian dalam bentuk peta belum dilakukan. Berdasarkan kenyataan tersebut, dikembangkan sistem surveilans epidemiologi DBD untuk kewaspadaan dini berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG).
Pada sistem ini, dilakukan pendataan faktor risiko DBD melalui Rapid Survey pada saat menjelang musim penularan untuk mendapatkan data terbaru untuk menentukan jenis intervensi. Dengan SIG, dapat dihasilkan peta faktor risiko, peta kasus dan peta kegiatan lain, dan dengan teknik over layer dapat dilakukan perencanaan maupun evaluasi program pemberantasan. 
Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah adalah kegiatan yang dilakukan secara serentak untuk memberantas nyamuk agar nyamuk tidak dapat berkembang biak. Alangkah baiknya perwakilan dari dinas kesehatan memberikan penyuluhan tentang bahaya penyakit DBD, dan kader tersebut memberikan saran kepada warga desa supaya pada suatu desa membentuk suatu kelompok kegiatan, dan membentuk kelompok. Hal itu bisa lebih memper mudah petugas kesehatan untuk memantau penyakit demam berdarah yang kian meluas di Indonesia.
Materi penelitian dibagi dalam dua kelompok sesuai tahapan penelitian. Tahap pertama merupakan identifikasi faktor risiko DBD untuk menggambarkan tingkat risiko suatu wilayah, yang telah diambil sebelum musim penularan DBD hingga mulai terjadinya kasus melalui kegiatan survei cepat. Materi faktor risiko dibatasi pada faktor perilaku dan lingkungan, sedangkan faktor vektor (nyamuk) misalnya jarak terbang nyamuk, jenis nyamuk dan kepadatan nyamuk tidak dimasukkan sebagai variabel mengingat tingginya tingkat mobilitas
penduduk memungkinkan seseorang menderita DBD dari penularan nyamuk di daerah lain.
Pada tahap pertama dihasilkan peta stratifikasi faktor risiko DBD untuk masing-masing desa. Hasil dari tahap ini digunakan untuk intervensi guna pengendalian faktor risiko sesuai hasil survei cepat. Tahap kedua merupakan tahap pengolahan data surveilans epidemiologi DBD, terutama terhadap kasus DBD yang terjadi saat memasuki musim penularan. Materi penelitian dianalisis berdasarkan unsur–unsur epidemiologi yaitu orang, tempat dan waktu, yang ditampilkan dalam bentuk peta faktor risiko.
Namun tidak semua pelaksanaan Surveilans itu dapat berjalan dengan baik. Adapula hambatan ataupun kendala baik secara langsung ataupun tidak langsung, diantaranya:
  1. Partisipasi lintas sektor masih rendah, sehingga hal tersebut dapat mempersulit terlaksananya pelaksaan surveilans DBD
  2. Kurang partisipasi dari Masyarakat. Pelaksanaan yang baik haruslah adanya kontribusi masyarakat terhadap petugas yang melaksanakan Surveilanans, sehingga saling membantu. Namun pada kenyataanya itu bahawa masyarakat kurang berpartisipasi di dalamnya.
  3. Sumber Daya juga menjadi hambatan karena Sumber Daya merupakan suatu hal yang harus ada dalam pelaksanaan Surveilans yang baik.

Sumber : 1. Bhisma Murti. 1997. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Gajah Mada University Press:Yogyakarta
2. Noor, Nur Nasry. 2000. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Rieka Cipta: Jakarta
3. Azwar Azrul. 1988. Pengantar epidemiologi. PT Binarupa Aksara : Jakarta

SYILFA NURHAENI FADHILLA
E2A009194
MAHASISWA FKM UNDIP

Kamis, 14 Oktober 2010

TUGAS EPIDEMIOLOGI

EPIDEMIOLOGI

Epidemiologi berasal dari perkataan Yunani, dimana epi- yang berarti ” permukaan, diatas, menimpa, atau tentang”, demos yang berarti ” orang, populasi, penduduk, manusia ”serta ologi berarti “ilmu tentang”. Secara etimologis, epidemiologi berarti ilmu mengenai kejadian yang menimpa penduduk.
Epidemiologi lahir berdasarkan dua asumsi dasar. Pertama, penyakit pada populasi manusia tidak terjadi dan tersebar begitu saja secara acak. Kedua, penyakit pada manusia sesungguhnya mempunyai faktor penyebab dan faktor preventif yang dapat diidentifikasi melalui penelitian sistematik pada berbagai populasi, tempat, dan waktu. Berdasarkan asumsi tersebut, epidemiologi dapat didefinisikan sebagai ” ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan – determinan frekuensi penyakit dan status kesehatan pada populasi manusia.
Definisi tersebut mengisyaratkan bahwa epidemiologi pada dasarnya merupakan ilmu empirik kuantitatif, yang banyak melibatkan pengamatan dan pengukuran yang sistematik tentang frekuensi penyakit dan sejumlah faktor-faktor yang dipelajari hubungannya dengan penyakit.
Tujuan akhir riset epidemiologi yaitu mencegah kejadian penyakit, mengurangi dampak penyakit dan meningkatkan status kesehatan manusia. Sasaran epidemiologi adalah populasi manusia, bukan individu. Ciri-ciri ini yang membedakan epidemiologi dari ilmu kedokteran klinik dan ilmu-ilmu biomedik, yang lebih memusatkan perhatiannya kepada individu, jaringan, atau organ.
Epidemiologi berguna untuk mengkaji dan menjelaskan dampak dari tindakan pengendalian kesehatan masyarakat, program pencegahan, intervensi klinis dan pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau mengkaji dan menjelaskan faktor lain yang berdampak pada status kesehatan penduduk. Epidemiologi penyakit juga daapt menyertakan deskripsi keberadaannya di dalam populasi dan faktor – faktor yang mengendalikan ada atau tidaknya penyakit tersebut.
A.     PENGERTIAN EPIDEMIOLOGI
 Jika ditinjau dari asal kata ( Bahasa Yunani ) Epidemiologi berarti Ilmu yang mempelajari tentang penduduk (EPI = pada/tentang, DEMOS = penduduk ; LOGOS = ilmu).
Beberapa definisi telah dikemukakan oleh para pakar epidemiologi, antara lain adalah:
1.      Wade Hampton Frost ( 1972 )
Mendefinisikan Epidemiologi sebagai Suatu pengetahuan tentang fenomena massal ( Mass Phenomen ) penyakit infeksi atau sebagai riwayat alamiah ( Natural History ) penyakit menular. Epidemiologi hanya ditujukan kepada masalah penyakit infeksi yang terjadi/ mengenai masyarakat/massa.

2.      Greenwood ( 1934 )
Mengatakan bahwa Epidemiologi mempelajari tentang penyakit dan segala macam kejadian yang mengenai kelompok ( herd ) penduduk. Kelebihannya adalah adanya penekanan pada Kelompok Penduduk yang mengarah kepada Distribusi suatu penyakit.
3.      Brian Mac Mahon ( 1970 )
“Epidemiology is the study of the distribution and determinants of disease frequency in man.” Epidemiologi adalah Studi tentang penyebaran dan penyebab frekuensi penyakit pada manusia dan mengapa terjadi distribusi semacam itu. Di sini sudah mulai menentukan Distribusi Penyakit dan mencari Penyebab terjadinya Distribusi dari suatu penyakit.
4.      Abdel R. Omran ( 1974 )
Epidemiologi adalah suatu ilmu mengenai terjadinya dan distribusi keadaan kesehatan, penyakit dan perubahan pada penduduk, begitu juga determinannya serta akibat – akibat yang terjadi pada kelompok penduduk.
5.      Hirsch ( 1883 )
Epidemiologi adalah suatu gambaran kejadian, penyebaran dari jenis – jenis penyakit pada manusia pada saat tertentu di berbagai tempat di bumi dan mengkaitkan dengan kondisi eksternal.
Dapat disimpulkan bahwa EPIDEMIOLOGI adalah :
“ Ilmu yang mempelajari tentang Frekuensi dan Distribusi (Penyebaran) masalah kesehatan pada sekelompok orang/masyarakat serta Determinannya (Faktor–faktor yang Mempengaruhinya)
Dalam pengertian epidemiologi terdapat 3 hal Pokok yaitu :
1. Frekuensi masalah kesehatan. Menunjuk  pada besarnya masalah kesehatan yang terdapat pada sekelompok masyarakat. Untuk dapat mengetahui frekuensi suatu masalah kesehatan dengan tepat, ada 2 hal yang harus dilakukan yaitu :
a. Menemukan masalah kesehatan yang dimaksud.
b. Melakukan pengukuran atas masalah kesehatan yang ditemukan tersebut.
2. Distribusi ( Penyebaran ) masalah kesehatan. Adalah menunjuk kepada pengelompokan masalah kesehatan menurut suatu keadaan tertentu. Keadaan tertentu yang dimaksudkan dalam epidemiologi adalah :
a. Menurut Ciri – ciri Manusia ( MAN )
b. Menurut Tempat ( PLACE )
c. Menurut Waktu ( TIME )
 3. Determinan(Faktor – faktor yang mempengaruhi ) adalah menunjuk kepada faktor penyebab dari suatu penyakit / masalah kesehatan baik yang menjelaskan frekuensi, penyebaran ataupun yang menerangkan penyebab munculnya masalah kesehatan.
Dalam hal ini ada 3 langkah yang lazim dilakukan yaitu :
a. Merumuskan Hipotesa tentang penyebab yang dimaksud.
b. Melakukan pengujian terhadap rumusan Hipotesa yang telah disusun.
c. Menarik kesimpulan.
B.   Tujuan Epidemiologi
Tujuan Epidemiologi (Risser dan Risser 2002, Gordis 2000, Gerstman 1998, Kleinbaum et.al. 1982 adalah :
1. Mendeskripsikan Distribusi, kecenderungan dan riwayat alamiah suatu penyakit
   atau keadaan kesehatan populasi.
2. Menjelaskan etiologi penyakit.
3. Meramalkan kecadian penyakit.
4. Mengendalikan distribusi penyakit dan masalah kesehatan populasi.
 Sebagai ilmu yang selalu berkembang, Epidemiologi senantiasa mengalami perkembangan pengertian dan karena itu pula mengalami modifikasi dalam batasan/definisinya.
Menurut Lilienfield dan Lilienfield, ada tiga tujuan umum studi epidemiologi, yaitu:
1.       Untuk menjelaskan etiologi satu penyakit atau sekelompok penyakit, kondisi, gangguan, defek, ketidakmampuan, sindrom, atau kematian melalui analisis terhadap data medis dan epidemiologi dengan menggunakan manajemen informasi sekaligus informasi yang berasal dari setiap bidang atau disiplin ilmu yang tepat, termasuk ilmu sosial atau perilaku
2.       Untuk menentukan apakah data epidemiologi yang ada memang konsisten dengan hipotesis yang diajukan dan dengan ilmu pengetahuan, ilmu perilaku, dan ilmu biomedis yang terbaru
3.       Untuk memberikan dasar bagi pengembangan langkah – langkah pengendalian dan prosedur pencegahan bagi kelompok dan populasi yang beresiko, dan untuk pengembangan langkah – langkah dan kegiatan kesehatan masyarakat yang diperlukan, yang kesemuanay itu akandigunakan untuk mengevaluasi keberhasilan langkah – langkah, kegiatan, dan program intervensi

C.  PERAN DALAM KESEHATAN MASYARAKAT
Meninjau dari penjelasan tentang pengertian epidemiologi, serta ruang lingkupnya, seorang ahli epidemiologi atau epidemiologi memiliki peran-peran penting dalam kesehatan masyarakat. Ada beberapa peranan epidemiolog dalam kesehatan masyarakat, diantaranya adalah:
1.             Dapat Menerangkan Penyebab Suatu Masalah Kesehatan.
Dengan diketahuinya penyebab suatu masalah kesehatan, maka dapat disusun langkah – langkah penaggulangan selanjutnya, baik yang bersifat pencegahan ataupun yang bersifat pengobatan.
2.             Mencari  / mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi timbulnya gangguan kesehatan atau penyakit dalam suatu masyarakat tertentu dalam usaha mencari data untuk penanggulangan serta cara pencegahannya.
3.             Menyiapkan data / informasi untuk keperluan program kesehatan dengan menilai status kesehatan dalam masyarakat serta memberikan gambaran tentang kelompok penduduk yang terancam.
4.             Membantu Pekerjaan Administrasi Kesehatan yaitu membantu pekerjaan dalam Perencanaan (Planning) dari pelayanan kesehatan, Pemantauan (Monitoring) dan Penilaian (Evaluation) suatu upaya kesehatan. Data yang diperoleh dari pekerjaan epidemiologi akan dapat dimanfaatkan untuk melihat apakah upaya yang dilakukan telah sesuai dengan rencana atau tidak (Pemantauan) dan ataukah tujuan yang ditetapkan telah tercapai atau tidak (Penilaian)..
5.             Mengembangkan metodologi dalam menganalisis penyakit serta cara mengatasinya, baik penyakit perorangan ( tetapi dianalisis dalam kelompok ) maupun kejadian luar biasa ( KLB ) / wabah dalam masyarakat.
6.             Dapat Menerangkan Keadaan Suatu Masalah Kesehatan.
Karena Epidemiologi mempelajari tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan, maka akan diperoleh keterangan tentang keadaan masalah kesehatan tersebut. Keadaan yang dimaksud di sini merupakan perpaduan dari keterangan menurut ciri-ciri manusia, tempat dan waktu.

Perpaduan ciri ini pada akhirnya menghasilkan 4 Keadaan Masalah Kesehatan yaitu:
a. EPIDEMI
Adalah Keadaan dimana suatu masalah kesehatan ( umumnya penyakit ) yang ditemukan pada suatu daerah tertentu dalam waktu yang singkat berada dalam frekwensi yang meningkat.
b. PANDEMI
Adalah Suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan ( umumnya penyakit ) yang ditemukan pada suatu daerah tertentu dalam waktu yang singkat memperlihatkan peningkatan yang amat tinggi serta penyebarannya telah mencakup suatu wilayah yang amat luas.
c. ENDEMI
Adalah suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan ( umumnya penyakit ) yang frekwensinya pada suatu wilayah tertentu menetap dalam waktu yang lama.
d. SPORADIK
Adalah : suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan ( umumnya penyakit ) yang ada di suatu wilayah tertentu frekwensinya berubah – ubah menurut perubahan waktu.

NAMA: SYILFA NURHAENI FADHILLA
NIM    : E2A009194
MAHASISWA FKM UNDIP